THIS ADS by GOOGLE
Pasukan Orange, Petugas Harian Lepas (PHL) Jakarta punya cerita tersendiri menjelang Pilkada DKI ini. Beberapa tentang dugaan penyimpangan oknum yang merugikan hingga kisah sedih.

PHL Dinas Kebersihan kembali mengadukan masalah pemutusan kontrak kerja kepada Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Sumarsono, di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (17/1/2017).
Bahkan salah satu dari mereka mengaku sempat diminta Rp 500.000 agar tidak diputus kontraknya.
Pantauan Warta Kota (TRibunnews Network), puluhan PHL yang mengenakan seragam oranye itu sudah berkumpul di pendopo Balai Kota sejak pukul 07.00.
Sumarsono atau Soni tiba sekira pukul 08.00.
Ia langsung menyapa para warga yang telah menunggu untuk mengaukan masalahnya.
Puluhan PHL yang telah berkumpul dibagi dua bagian, dari wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara.
Dedi (29), salah satu PHL dari Kelurahan Maruna, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, mengaku dipungut Rp 500.000.
"Saya dimintain Rp 500.000, sama orang PPSU (Petugas Prasarana Sarana Umum). Dia ngaku dekat sama Lurah, jadi nanti kontraknya tetap bisa lanjut asal bayar Rp 500.000," kata Dedi.
Selain itu, menurut Dedi yang telah bekerja selama dua tahun itu, PHL banyak diputus kontrak.
Pihak Kelurahan lebih memilih PHL yang baru. Padahal ia dan rekan-rekannya telah memenuhi syarat.
"Di Kelurahan Marunda ada 11 orang yang diputus kontraknya. Padahal sudah memenuhi syarat. Apalagi kami sudah bekerja lama," katanya.
Seperti diketahui, dalam sepekan terakhir, beberapa PHL Dinas Kebersihan mengadukan langsung ke Soni di Balai Kota.
Bahkan, PHL menyatakan ada satu syarat yang tidak lazim agar tetap bisa bekerja di PHL Dinas Kebersihan, yaitu harus bisa bermain futsal.

PHL Dinas Kebersihan kembali mengadukan masalah pemutusan kontrak kerja kepada Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Sumarsono, di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (17/1/2017).
Bahkan salah satu dari mereka mengaku sempat diminta Rp 500.000 agar tidak diputus kontraknya.
Pantauan Warta Kota (TRibunnews Network), puluhan PHL yang mengenakan seragam oranye itu sudah berkumpul di pendopo Balai Kota sejak pukul 07.00.
Sumarsono atau Soni tiba sekira pukul 08.00.
Ia langsung menyapa para warga yang telah menunggu untuk mengaukan masalahnya.
Puluhan PHL yang telah berkumpul dibagi dua bagian, dari wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara.
Dedi (29), salah satu PHL dari Kelurahan Maruna, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, mengaku dipungut Rp 500.000.
"Saya dimintain Rp 500.000, sama orang PPSU (Petugas Prasarana Sarana Umum). Dia ngaku dekat sama Lurah, jadi nanti kontraknya tetap bisa lanjut asal bayar Rp 500.000," kata Dedi.
Selain itu, menurut Dedi yang telah bekerja selama dua tahun itu, PHL banyak diputus kontrak.
Pihak Kelurahan lebih memilih PHL yang baru. Padahal ia dan rekan-rekannya telah memenuhi syarat.
"Di Kelurahan Marunda ada 11 orang yang diputus kontraknya. Padahal sudah memenuhi syarat. Apalagi kami sudah bekerja lama," katanya.
Seperti diketahui, dalam sepekan terakhir, beberapa PHL Dinas Kebersihan mengadukan langsung ke Soni di Balai Kota.
Bahkan, PHL menyatakan ada satu syarat yang tidak lazim agar tetap bisa bekerja di PHL Dinas Kebersihan, yaitu harus bisa bermain futsal.
Kisah sedih Nenek Tinah
Cerita tentang Nenek Tinah yang diberhentikan dari pekerjaannya sebagai "pasukan oranye" menjadi viral di Facebook.
Pemilik akun Facebook Eko Sulistyanto menceritakan kisah Tinah yang kehilangan pekerjaan itu dan kini menganggur.
Cerita tersebut diunggah Eko sejak Kamis (12/1/2017) lalu.
Dalam cerita itu, Eko menggambarkan sosok Tinah yang duduk termangu di trotoar tanpa pakaian jingga yang biasa dikenakannya.
Seragamnya kini berganti warna hijau hansip dengan celana panjang komprang. Entah didapat di mana pakaian itu.
Sebelum Ahok cuti, Nenek Tinah bertugas membenahi sampah di seputaran Senayan dan Gelora Bung Karno dengan gaji sekitar Rp 3 juta.
Bagi nenek renta sepertinya, bergaji sebesar itu ibarat mukjizat yang turun dari langit.
Ia pun rajin sembahyang. Aksinya sedang shalat di pinggir jalan pernah masuk dalam berita Kompas.com.
Seiring dengan cutinya Ahok, sejumlah kebijakan baru pun bergulir di DKI.
Satu di antaranya adalah seleksi ulang anggota pasukan oranye pada Januari ini.
Nenek Tinah tak lolos seleksi. Ia tergusur. Gajinya "terbang". Kini, ia luntang-luntung.
"Nganggur sekarang. Yang dipilih yang bisa baca. Yang muda-muda," ujar dia.
Cerita tentang Nenek Tinah yang diberhentikan dari pekerjaannya sebagai "pasukan oranye" menjadi viral di Facebook.
Pemilik akun Facebook Eko Sulistyanto menceritakan kisah Tinah yang kehilangan pekerjaan itu dan kini menganggur.
Cerita tersebut diunggah Eko sejak Kamis (12/1/2017) lalu.
Dalam cerita itu, Eko menggambarkan sosok Tinah yang duduk termangu di trotoar tanpa pakaian jingga yang biasa dikenakannya.
Seragamnya kini berganti warna hijau hansip dengan celana panjang komprang. Entah didapat di mana pakaian itu.
Sebelum Ahok cuti, Nenek Tinah bertugas membenahi sampah di seputaran Senayan dan Gelora Bung Karno dengan gaji sekitar Rp 3 juta.
Bagi nenek renta sepertinya, bergaji sebesar itu ibarat mukjizat yang turun dari langit.
Ia pun rajin sembahyang. Aksinya sedang shalat di pinggir jalan pernah masuk dalam berita Kompas.com.
Seiring dengan cutinya Ahok, sejumlah kebijakan baru pun bergulir di DKI.
Satu di antaranya adalah seleksi ulang anggota pasukan oranye pada Januari ini.
Nenek Tinah tak lolos seleksi. Ia tergusur. Gajinya "terbang". Kini, ia luntang-luntung.
"Nganggur sekarang. Yang dipilih yang bisa baca. Yang muda-muda," ujar dia.
Baca Lebih Lengkap di Halaman Selanjutnya:
THIS ADS by GOOGLE
Halaman Berikutnya:
0 Response to "Nasib Pasukan Orange, Bayar Rp 500 Ribu atau Dipecat hingga Kisah Sedih Nenek Tinah"
Post a Comment